Rabu, 14 Juli 2010

Privasi, Pentingkah dalam Pernikahan?


PASANGAN yang sudah menikah tentu bisa saling terbuka, sekalipun menyangkut masalah pribadi. Tapi tidak sedikit pasangan yang bilang privasi itu sungguh penting meskipun sudah menikah.

Milikku Milikmu?

Ketika pasangan memutuskan menikah, apakah dengan serta merta telah terjadi “kepemilikan” antara istri dan suami? Kemudian muncul istilah seperti saling memiliki, sudah menjadi satu, milikku milikmu juga, dan lain-lain.

“Banyak hal yang berubah dalam tatanan hidup seseorang ketika memutuskan untuk menikah. Tidak lagi menjadi single tetapi masuk pada episode berikutnya, masing-masing berperan menjadi istri dan suami. Adanya ikatan pernikahan yang sah tentu membuat mereka saling memiliki. Artinya memiliki tanggung jawab sesuai peran yang diembannya. Memiliki bukan berarti keduanya melebur menjadi satu atau tidak ada lagi sekat dan ruang untuk menjadi diri sendiri. Mereka tetap memiliki ruang pribadi dan memiliki ‘rahasia’ yang kemungkinan tidak perlu dibagi kepada yang lain. Hal ini tentunya harus disertai tanggung jawab di mana kita memiliki rambu-rambu untuk tidak menyalahgunakannya,” ulas Widiawati Bayu SPsi, psikolog dari PT Kasandra Persona Prawacana Jakarta.

Memaknai Privasi

Lalu bagaimana memaknai suatu privasi dalam pernikahan? Widiawati kembali memaparkan bahwa privasi dalam pernikahan pada dasarnya tergantung pada kenyamanan individu dan tidak merasa terpaksa untuk membuka semuanya.

“Belum tentu juga kita mengetahui siapa dia seutuhnya akan membuat kita nyaman. Ada bagian tertentu dalam kehidupan yang kita tutup saja dan membiarkannya menjadi bagian dari sejarah hidup dan pembelajaran. Coba diskusikan, apakah komitmen bisa dijalankan atau perlu ditata ulang?” urai Widiawati.

Widiawati berpendapat, agar tidak timbul saling curiga lebih baik dibuat sebuah komitmen di mana pasangan saling menghargai untuk tidak membuka ranah pribadi.

“Ranah pribadi ini misalnya tidak membuka HP, laptop, dompet, tas, hingga buku harian. Namun komitmen tersebut juga harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak disalahgunakan. Justru kalau salah satu merasa sudah terganggu dan tidak nyaman bila HP dan lain-lain bisa dibuka, hal ini malah menimbulkan pertanyaan. Jadi yang perlu dipegang adalah kejujuran,” papar psikolog lulusan Universitas Katholik Atma Jaya ini.

Menghadapi si Negative Thinking

Nah, bagaimana cara bijak memberi pengertian pada pasangan agar dapat saling menghargai privasi masing-masing?

“Memberitahukan dan memberi pengertian pada pasangan memang bukan perkara mudah. Alih-alih menyulut pertengkaran karena bisa mengundang salah paham dan kecurigaan. Apalagi bila salah satu adalah tipe pecemburu dan kerap negative thinking Tipe seperti ini justru semakin diberi pengertian akan semakin penasaran, mau tahu ada apa ya di dalam HP, di emailnya, di diary-nya. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, kita harus menjaga kalimat, cara berkomunikasi dengan teman, utamanya lawan jenis, jangan sampai komunikasi tersebut malah mengundang interpretasi berbeda,” sarannya.

sumber : okezone.com

0 komentar:

Posting Komentar