Jaman dahulu kala, ada sepasang suami istri yang tinggal di gubuk kecil. Mereka sangat miskin sehingga setiap hari mereka harus memotong dua ikat kayu bakar dan memanggulnya di punggung mereka untuk dijual di pasar.
Suatu hari pasutri tersebut turun dari gunung dengan membawa kayu bakar.
Mereka meletakkan satu ikat di halaman dan merencanakan untuk menjualnya di pasar agar uangnya dapat dibelikan beras. Sedangkan ikatan lainnya, mereka letakkan di dapur untuk digunakan sendiri.
Ketika mereka bangun keesokan harinya, ikatan yang mereka letakkan di halaman secara misterius hilang. Tidak ada yang dapat mereka lakukan, kecuali menjual ikatan yang seharusnya akan digunakan sendiri oleh mereka.
Pada hari itu juga, mereka memotong dua ikat kayu bakar seperti biasanya. Mereka meletakkan satu ikat di halaman untuk dijual dan satu ikat lagi untuk digunakan sendiri. Tetapi keesokan harinya, ikatan kayu bakar itu kembali hilang. Kejadian seperti ini terulang terus menerus, dan suaminya mulai berpikir ada yang aneh dibalik peristiwa ini.
Pada hari kelima, dia membuat lubang di dalam ikatan kayu bakar yang diletakkan di halaman tersebut dan menyembunyikan diri di dalamnya.
Dari luar, ikatan kayu bakar tersebut terlihat seperti biasanya.
Tengah malam, sebuah tali yang sangat besar turun dari langit, menempel pada ikatan kayu bakar tersebut dan kemudian terangkat ke atas langit, dengan sang suami yang masih berada dalam ikatan kayu bakar tersebut.
Setibanya di surga, dia melihat seorang tua berambut putih, yang kelihatannya sangat baik, mendekati ikatan tersebut.
Orang tua tersebut melepaskan ikatan kayu bakar tersebut dan menemukan pria tersebut di dalamnya, dan bertanya, ”Orang lain hanya memotong satu ikat kayu bakar setiap harinya. Mengapa kamu memotong dua ikat?”
Sang suami memberi hormat dan berkata,”Kami tidak punya uang. Itulah alasannya mengapa isteri saya dan saya memotong dua ikat kayu bakar setiap harinya. Satu ikat untuk digunakan sendiri dan satu ikat lagi kami bawa ke pasar untuk dijual. Sehingga kami dapat membeli beras untuk memasak bubur.”
Orang tua tersebut tersenyum dan berkata kepada pemotong kayu tersebut dengan nada yang sangat ramah,” Saya telah tahu sejak lama bahwa kalian adalah pasangan yang baik hati dan selalu hidup hemat dan bekerja keras. Saya akan memberikan kepada kalian sebuah barang berharga. Bawalah barang ini dan dia akan memberikan apa pun yang kalian perlukan dalam hidup ini.”
Setelah orang tua tersebut selesai berbicara, datanglah tujuh peri, membawa pemotong kayu tersebut ke tempat yang sangat indah. Atap emas dan genteng yang berkilau, menyilaukan mata pada saat dia masuk kedalamnya, sehingga dia tak dapat membuka matanya.
Di dalam istana tersebut terdapat banyak barang terpajang yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Kantong uang dalam berbagai bentuk dan ukuran digantung di satu ruangan. Peri tersebut bertanya kepadanya,”Mana yang anda sukai? Pilihlah apapun yang anda sukai dan bawalah pulang ke rumah.”
Pemotong kayu tersebut sangat senang. ”Saya ingin kantong uang tersebut, kantong yang penuh dengan barang berharga. Berikan pada saya kantong yang bulat dan penuh tersebut.”
Dia memilih yang terbesar dan membawanya.
Seketika, orang tua berambut putih tersebut masuk dan dengan ekspersi aneh di wajahnya berkata kepada pemotong kayu tersebut, ”Kamu tidak boleh mengambil yang satu itu. Saya akan memberikan kantong yang kosong kepada kamu. Setiap hari anda dapat mengambil satu tael perak dan tidak boleh lebih.”
Pemotong kayu tersebut dengan enggan menyetujui. Dia mengambil kantong uang yang kosong tersebut, dengan bergantung pada tali tersebut, dia kemudian turun ke bumi.
Setibanya di rumah, dia memberikan kantong uang tersebut kepada isterinya dan menceritakan keseluruhan kejadian tersebut.
Isterinya sangat germbira. Setiap hari, mereka pergi untuk memotong kayu seperti biasanya. Tetapi ketika mereka kembali ke rumah, mereka akan mengunci pintu dan membuka kantong uang tersebut, yang secara cepat sebongkah perak akan bergemerincing keluar.
Sebongkah perak tersebut benar-benar pas satu tael. Setiap hari satu tael perak dan tidak lebih, akan keluar dari kantong tersebut. Isterinya kemudian menyimpannya setiap hari, satu tael demi satu tael.
Waktu berlalu. Suatu hari suaminya berkata,”Mari kita beli lembu.”
Isterinya tidak setuju. Beberapa hari kemudian, suaminya berkata kembali, ”Bagaimana jika kita beli lahan beberapa hektar?”
Isterinya juga tidak setuju. Beberapa hari berlalu, dan isterinya kemudian mengajukan usul, “Mari kita beli pondok jerami yang kecil.”
Suaminya sudah sangat ingin memakai uang yang telah mereka tabung dan berkata, ”Karena kita telah memiliki banyak uang, mengapa kita tidak bangun saja rumah bata yang besar?”
Isterinya tidak dapat menghalangi suaminya dan secara enggan menyetujui ide tersebut.
Suaminya kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli batu bata, ubin dan kayu dan menyewa tukang kayu dan tukang bangunan. Sejak saat itu, mereka tidak pernah lagi pergi ke gunung untuk memotong kayu bakar lagi.
Kemudian tibalah hari, dimana simpanan uang perak mereka hampir kering, tetapi rumah baru tersebut belum juga selesai. Telah lama dalam pikiran suaminya untuk meminta kantong uang tersebut menghasilkan uang perak yang lebih banyak.
Dengan tanpa sepengetahuan isterinya, dia membuka kantong tersebut untuk kedua kalinya dalam hari tersebut. Dan secara cepat, sebongkah perak kedua bergemerincing keluar. Dia membuka kantong tersebut untuk ketiga kalinya, dan mendapatkan uang perak ketiganya dalam hari tersebut.
Dia kemudian berpikir, ”Jika terus menerus seperti ini, rumah ini akan selesai dengan cepat!”
Dia telah melupakan peringatan orang tua berambut putih tersebut. Tetapi ketika dia membuka kantong uangnya untuk yang keempat kalinya, kantong tersebut kosong! Tidak ada perak atau apapun yang keluar.
Kantong tersebut telah menjadi sebuah kantong tua. Ketika dia berbalik untuk melihat rumah batanya yang belum selesai, rumah tersebut juga telah hilang. Yang tertinggal hanyalah gubuk tua.
Pemotong kayu tersebut merasa sangat sedih.
Isterinya datang dan menghiburnya, ”Kita tidak dapat bergantung pada kantong uang ajaib. Mari kita kembali ke gunung dan memotong kayu bakar. Ini cara terbaik untuk menghidupi diri kita.”
Sejak saat itu, pasutri tersebut kembali ke gunung untuk memotong kayu bakar dan hidup dan bekerja seperti dahulu kala. (Erabaru/jo)
sumber
0 komentar:
Posting Komentar