Judul : Padang Bulan
Peresensi: M Iqbal Dawam
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Tahun : I, Juni 2010
Tebal : 254 halaman
Harga : Rp76.500
Kesan pertama yang saya dapatkan setelah membaca novel Padang Bulan (2010) ini adalah kecerdasan sang pengarang, Andrea Hirata, dalam meramu mozaik hidupnya menjadi sebuah novel.
Novel ini dibuka dengan kisah Enong. Enong adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya adalah buruh timah bernama Zamzami. Enong masih duduk di kelas enam SD. Ia senang sekali dengan pelajaran bahasa Inggris. Kelak, ia ingin menjadi guru bahasa Inggris.
Namun, suatu ketika ayahnya meninggal karena tertimbun tanah saat bekerja di tambang timah. Ekonomi keluarganya menjadi rapuh. Akhirnya, ia drop out dari SD. Ia harus menghidupi keluarganya.
Novel ini kemudian bergulir ke kisah Ikal yang berusaha mengejar cinta sejatinya, A Ling. Ayah Ikal sebetulnya melarang untuk mendekati gadis keturunan Tionghoa itu.
Tapi Ikal tidak menurut. Ia malah hendak melarikan A Ling ke Jakarta. Ya, mereka hendak backstreet atau kawin lari. Begitulah kira-kira dalam benak Ikal. Ia lakukan itu lantaran hubungannya tidak direstui orang tuanya. A Ling ternyata tidak ada di rumahnya.
Kata tetangganya, ada seorang pria menjemputnya dengan sepeda. Kontan, ia cemburu. Sangat cemburu. Siapa gerangan lelaki itu yang beraniberaninya mencoba merebut kekasihnya? Ia pun meminta bantuan M Nur, detektif (-detektifan). Sang detektif memberi tahu bahwa laki-laki itu bernama Zinar, calon suami A Ling.
Setelah mengetahui orangnya, Ikal tibatiba menjadi minder dan mengamini hubungan mereka. Betapa tidak, dari segi fi sik ia sangat kalah. Tampan dan tinggi seperti Chow Yun Fat, aktor film China. Lelaki itu terkenal juga dalam kejuaraan catur, tenis meja, voli, dan sepak bola pada 17 Agustus-an.
Ikal putus asa. Ia pun berniat mencari pekerjaan ke Jakarta. Namun, tepat sebelum nakhoda kapal mengangkat sauh, Ikal berubah pikiran. Tiba-tiba ia mendapat ilham. Dalam rangka mendapat simpati A Ling, ia akan mengalahkan Zinar pada perlombaan Agustus-an kelak.
Ia harus mengalahkan Zinar dalam tanding catur. Via Internet, Ikal belajar catur pada temannya, Ninochka Stronovsky, asal Georgia. Dia adalah teman Ikal ketika ia sekolah di Universitas Sorbonne. Tapi, sayang, dalam pertandingan, Ikal kalah sama Zinar.
Kemudian Ikal menantangnya dalam lomba tenis meja. Ia merasa percaya diri dalam cabang olah raga itu karena sejak dulu ia sudah mahir. Pada saat pertandingan, Ikal ternyata kalah lihai dengan Zinar. Walhasil, Ikal kalah telak. Terakhir adalah sepak bola.
Tapi, sayang, ia hanya menjadi cadangan dan tidak pernah dimainkan. Ikal pasrah dan putus asa. Ia mengalami demam. Ia meratapi nasibnya. Namun, suatu ketika ia menemukan brosur iklan yang menawarkan alat peninggi badan. Ia senang bukan main. Paling tidak, pikirnya, dari segi postur dirinya sama dengan Zinar. Ia pun memesan alat tersebut.
Tapi, nahas, tatkala alatnya dipakai, malah membuat ia sekarat akibat kesalahan teknis. Alat itu menjerat lehernya, dan terlihat akan gantung diri. Untunglah bisa diselamatkan.
Di akhir novel ini, terbongkarlah misteri A Ling dan Zinar yang sebenarnya, yang membuat Ikal senang bukan kepalang. Membaca novel ini, kita serasa berada di tengah-tengah para tokohnya.
Melalui novel ini, Andera Hirata semakin meneguhkan dirinya menjadi seorang novelis yang mengangkat budaya masyakarat Indonesia, khususnya budaya Melayu di tanah Belitung.
Peresensi adalah M Iqbal Dawami, pencinta buku. Aktif di Kere Hore Jungle Tracker Community
sumber : resensibuku.com
0 komentar:
Posting Komentar