Judul : Wisata Kota Tua Jakarta
Peresensi: Truly Rudiono
Pengarang: Edi Dimyati
Disain & tata Letak : Darma Ashmadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Seperti juga kakak-nya, buku ini dilahirkan karena rasa penasaran Edi. Saat berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta, ia menerima sebuat leaflet yang berisi peta Kawasan Kota Tua berikut titik-titik wisata sejarahnya. Dasar gemblung, tak butuh waktu lama untuk memulai hari-hari panjang sekedar memenuhi rasa penasarannya.
Secara garis besar, Jakarta (masih) memiliki empat kawasan lingkungan cagar budaya; Situ Babakan, Menteng, Kebayoran Baru serta Kota Tua Jakarta. Masalahnya berapa orang yang pernah mendatanginya? Atau bahkan pernah menyambangi, minimal melewati namun tidak tahu tempat apa itu. Mungkin dengan adanya buku ini orang mulai memperhatikan sekeliling dan belajar mencintai kota tempat tinggalnya.
Buku ini memuat 31 titik yang layak di kunjungi di Kota Tua Jakarta. Beberapa dalam wujud bangunan yang bisa dikunjungi seperti museum, perkampungan dan gedung tua. Beberapa lagi merupakan sarana umum seperti tempat ibadah, rumah abu dan jembatan. Kondisinya juga beragam. Ada yang terawat rapi, ada yang masih dipergunakan, namun ada juga yang hanya selayaknya monumen sejarah belaka.
Gedung Candra Naya yang beralamat di Jalan Gajah Mada no. 188 misalnya. Sekarang bagunan itu tinggal berjumlah dua bangun dan dikerangkeng. Tak banyak yang tahu dalam bangunan ini dulu para pelaku bulutangkis kita seperti Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville berlatih di sana.
Kampung Pecinan yang identik dengan Petak Sembilan dan Glodok mulai menggelitik rasa keingintahuan saya. Saya jadi ingat betapa dulu susahnya mencari buku cerita dalam Bahasa Mandarin guna memperlanjcar kursus saya, hanya di sana bisa ditemui buku-buku tersebut dengan mudah dan sangat terjangkau. Sejak abad ke-18, geliat Glodok sebagai pusat perniagaan sudah mulai terasa dan merambah ke segala sisi. Di sana kita juga bisa menemukan aneka obat trasional, pengobatan ala China hingga cemilan. Sungguh menggoda….!
Buat para penggila buku, Edi menyarankan untuk mampir ke Museum Seni Rupa & Keramik serta Museum Wayang. Bahan bacaan sudah pasti sangat sesuai dengan spesifikasi museum. Tapi jangan khawatir, Edi menyarankan kita kesana bukan untuk memaksa kita membaca koleksi mereka, namun untuk merasakan sensasi membaca di tengah suasana yang nyaman dan menyenangkan. Mulai memikirkan beberapa nama yang bisa ditarik paksa untuk menemani ke sana ^_^
Atau jika merupakan penggemar perpustakaan, jangan ragu mampir ke Library @Batavia yang bermarkas di Lantai 1 Museum Bank Mandiri. Ada sekitar 6.000 bacaan di ruangan seluas 15 X 28 m2.
Penggemar wisata kuliner juga bisa menikmati Kota Tua Jakarta. Di beberapa bagian kota menyajikan aneka masakan khas yang bisa dinikmati disertai bumbu pemandangan dan suasana nyaman. Kota Tua Jakarta menjanjikan banyak sensasi petualangan, tinggal bagaimana kita menyiasatinya menjadi menarik dan menantang!
Akhirnya jalan-jalan dengan menyambangi toko cindera mata di souvenir Shop Museum Bank Mandiri serta Museum Sejarah Jakarta. Silahkan pilih mana yang anda suka. Jangan lupa membawakan sepotongan kenangan dari pertualangan anda dalam wujud oleh-oleh untuk kerabat rumah.
Entah disengaja atau hal lain, saya sempat menyayangkan tidak adanya informasi standart di beberapa bagian. Misalnya nomor telepon Stasiun Jakarta Kota, walau alamatnya tertera disana. Lalu Museum Wayang yang memuat informasi mengenai jam buka dan harga tiket justru tidak mencantumkan nomor telepon dan semacamnya. Memang bisa saja dicari melalui penerangan, tapi belum tentu nomor yang disana adalah yang terbaru. Tentunya hal kecil ini bisa menjadi sebuah kendalal jika ada pengunjung yang akan datang secara rombongan dan perlu melakukan beberaap persiapan terlebih dahulu.
Puas membaca buku ini, mulai tergelitik rasa penasaran untuk kesana? Jangan khawatir, di halaman belakang sudah tersedia aneka informasi mengenai bagaimana cara menuju Kota Tua Jakarta. Tinggal pilih mana yang sesuai dengan diri kita. Yang pasti, jangan malu-mau untuk bertanya jika ragu akan arah yang ditempuh.
Secara keseluruhan buku ini membuka mata saya akan sisi lain Jakarta yang belum sempat saya sambangi. Membacanya buku ini tidak butuh lama sejak mendarat di rumah saya, namun saya tidak mau buru-buru menuntaskannya. Karena saya tidak mau segera kehabisan sensasi menyusuri sisi lain Jakarta.
Secara garis besar, Jakarta (masih) memiliki empat kawasan lingkungan cagar budaya; Situ Babakan, Menteng, Kebayoran Baru serta Kota Tua Jakarta. Masalahnya berapa orang yang pernah mendatanginya? Atau bahkan pernah menyambangi, minimal melewati namun tidak tahu tempat apa itu. Mungkin dengan adanya buku ini orang mulai memperhatikan sekeliling dan belajar mencintai kota tempat tinggalnya.
Buku ini memuat 31 titik yang layak di kunjungi di Kota Tua Jakarta. Beberapa dalam wujud bangunan yang bisa dikunjungi seperti museum, perkampungan dan gedung tua. Beberapa lagi merupakan sarana umum seperti tempat ibadah, rumah abu dan jembatan. Kondisinya juga beragam. Ada yang terawat rapi, ada yang masih dipergunakan, namun ada juga yang hanya selayaknya monumen sejarah belaka.
Gedung Candra Naya yang beralamat di Jalan Gajah Mada no. 188 misalnya. Sekarang bagunan itu tinggal berjumlah dua bangun dan dikerangkeng. Tak banyak yang tahu dalam bangunan ini dulu para pelaku bulutangkis kita seperti Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville berlatih di sana.
Kampung Pecinan yang identik dengan Petak Sembilan dan Glodok mulai menggelitik rasa keingintahuan saya. Saya jadi ingat betapa dulu susahnya mencari buku cerita dalam Bahasa Mandarin guna memperlanjcar kursus saya, hanya di sana bisa ditemui buku-buku tersebut dengan mudah dan sangat terjangkau. Sejak abad ke-18, geliat Glodok sebagai pusat perniagaan sudah mulai terasa dan merambah ke segala sisi. Di sana kita juga bisa menemukan aneka obat trasional, pengobatan ala China hingga cemilan. Sungguh menggoda….!
Buat para penggila buku, Edi menyarankan untuk mampir ke Museum Seni Rupa & Keramik serta Museum Wayang. Bahan bacaan sudah pasti sangat sesuai dengan spesifikasi museum. Tapi jangan khawatir, Edi menyarankan kita kesana bukan untuk memaksa kita membaca koleksi mereka, namun untuk merasakan sensasi membaca di tengah suasana yang nyaman dan menyenangkan. Mulai memikirkan beberapa nama yang bisa ditarik paksa untuk menemani ke sana ^_^
Atau jika merupakan penggemar perpustakaan, jangan ragu mampir ke Library @Batavia yang bermarkas di Lantai 1 Museum Bank Mandiri. Ada sekitar 6.000 bacaan di ruangan seluas 15 X 28 m2.
Penggemar wisata kuliner juga bisa menikmati Kota Tua Jakarta. Di beberapa bagian kota menyajikan aneka masakan khas yang bisa dinikmati disertai bumbu pemandangan dan suasana nyaman. Kota Tua Jakarta menjanjikan banyak sensasi petualangan, tinggal bagaimana kita menyiasatinya menjadi menarik dan menantang!
Akhirnya jalan-jalan dengan menyambangi toko cindera mata di souvenir Shop Museum Bank Mandiri serta Museum Sejarah Jakarta. Silahkan pilih mana yang anda suka. Jangan lupa membawakan sepotongan kenangan dari pertualangan anda dalam wujud oleh-oleh untuk kerabat rumah.
Entah disengaja atau hal lain, saya sempat menyayangkan tidak adanya informasi standart di beberapa bagian. Misalnya nomor telepon Stasiun Jakarta Kota, walau alamatnya tertera disana. Lalu Museum Wayang yang memuat informasi mengenai jam buka dan harga tiket justru tidak mencantumkan nomor telepon dan semacamnya. Memang bisa saja dicari melalui penerangan, tapi belum tentu nomor yang disana adalah yang terbaru. Tentunya hal kecil ini bisa menjadi sebuah kendalal jika ada pengunjung yang akan datang secara rombongan dan perlu melakukan beberaap persiapan terlebih dahulu.
Puas membaca buku ini, mulai tergelitik rasa penasaran untuk kesana? Jangan khawatir, di halaman belakang sudah tersedia aneka informasi mengenai bagaimana cara menuju Kota Tua Jakarta. Tinggal pilih mana yang sesuai dengan diri kita. Yang pasti, jangan malu-mau untuk bertanya jika ragu akan arah yang ditempuh.
Secara keseluruhan buku ini membuka mata saya akan sisi lain Jakarta yang belum sempat saya sambangi. Membacanya buku ini tidak butuh lama sejak mendarat di rumah saya, namun saya tidak mau buru-buru menuntaskannya. Karena saya tidak mau segera kehabisan sensasi menyusuri sisi lain Jakarta.
sumber
0 komentar:
Posting Komentar