Senin, 12 Juli 2010

Kisah Sepiring Nasi


Malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera pergi meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah Rumah Makan, dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik Rumah Makan melihat Ana berdiri cukup lama di depan etalasenya, lalau bertanya, “Nona, apakah kau ingin sepiring nasi?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Ana dengan malu-malu.


“Tidak apa-apa, aku akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik Rumah Makan. “Silahkan duduk, aku akan menghidangkannya untukmu.”


Tidak lama kemudian, pemilik Rumah Makan itu mengantarkan sepiring nasi dengan lauk pauknya. Ana segera makan dengan nikmatnya dan kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa Nona?” tanya pemilik Rumah Makan.


“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.


“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku sepiring nasi! Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik Rumah Makan.


Pemilik Rumah Makan itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik napas panjang, dan berkata, “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu?. Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak makanan untukmu saat kau masih kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”


Ana terhenyak mendengar hal tersebut.


“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang telah memasak makanan untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihakan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”


Ana menghabiskan nasinya dengan cepat. Lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.
Sambil berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkannya kepada ibunya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengatakan, “Ibu, maafkan aku, aku tahu bahwa aku bersalah.”


Begitu sampai di depan pintu, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas, karena telah mencarinya ke semua tempat. Ketika ibunya melihat Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya, “Ana, cepat masuk, ibu telah menyiapkan makan malam untukmu dan makanan itu akan menjadi dingin jika kau tidak segera mamakannya.”


Ana sangat terharu melihat kasih ibunya yang begitu besar kepadanya, ia tidak dapat menahan air matanya dan ia menangis di hadapan ibunya.

Sumber : asaborneo.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar